Langsung ke konten utama

Peran Pemuda dalam Membangun Bangsa


Oleh : Yayan M. Royani

Sukarno berkata “beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya, beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncang dunia”. pidato proklamator pada saat itu tentunya bukanlah pesan kosong. dalam sejarah revolusi bangsa ini, pemuda selalu berada digarda depan perubahan sosial. hal tersebut tidak lepas dari hakikat pemuda dengan seluruh idealismenya. pemuda merupakan simbol semangat, pantang menyerah, perlawanan dan patriotisme.

Menengok lebih jauh, selain dengan mengangkat senjata, mereka pun berjuang dengan pena dan diplomasi. bisa dilihat dari peran mereka dalam mendirikan organisasi-organisasi kemasyarakatan moderen pada saat itu. sebut saja organisasi Budi Utomo (1908), Trikoro Darmo (1915), Jong Sumatra Bons, Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia, Jong Indonesia, Indonesia Muda, organisasi perkumpulan daerah dan lain-lain. dengan semangat membara mereka melakukan perubahan, sehingga memberikan pengaruh kuat bagi terdorongnya seluruh elemen bangsa untuk ikut memperjuangkan kemerdekaan negeri ini.

Selain simbol inspirasi dan perjuangan pada masanya, para kaum muda juga telah menjadi pelopor persatuan dan kesatuan NKRI. sumpah pemuda pada tanggal 28 oktober 1928 merupakan momentum tidak terbantahkan dari usaha mereka dalam menyatukan bangsa ini. dengan penuh kesadaran dan kerendahan hati mereka bersumpah untuk satu hati, satu tujuan mewujudkan mimpi melepaskan diri dari penjajahan dan kolonialisme.

Setelah kemerdekaan diraih, selanjutnya kaum muda tidak lantas berpangku tangan begitu saja. mereka terus berusaha dengan gigih mempertahankan dan mengisinya dengan berbagai aksi nyata demi kemajuan negara. peran mereka tidak hanya diperhitungkan dalam dunia perpolitikan praktis, lebih dari itu sejak tahun 1945, bahkan sebelum itu telah berdiri berbagai komunitas studi di asrama-asrama mahasiswa. oleh karenanya tidak mengherankan apabila kritik-kritik cerdas lewat tulisan yang menghiasi berbagai media, merupakan buah karya kaum muda.

Sampai pada masa orde baru, ditengah cengkraman penguasa yang otoriter, kaum muda terus berjuang melepaskan diri dari kolonialisme jilid dua dengan seluruh kesungguhan dan pengorbanan. berbagai aksi yang dilakukan kaum muda khususnya mahasiswa menginspirasi selurh elemen masyarakat unutk memperjuangkan hak-hak mereka yang dirampas oleh penguasa korup dan pendindas.

Sayangnya fenomena heroisme kaum muda ternyata harus berakhir seiring dengan runtuhnya rezim diktator tersebut. Disaat kaum muda dihadapkan denga era reformasi dengan segala perubahan dan kebebasan, mereka berada dipersimpangan jalan.

Disorientasi kaum muda masa kini

Melihat perkembangan saat ini dimana kemerdekaan dan kebebasan telah diraih, justru kaum muda seakan kehilangan arah dan tujuan. pesatnya perkembangan dalam segala bidang, khususnya teknologi dan informasi telah memanjakan mereka, sehingga “galau” dalam menentukan apa yang harus mereka capai. teringat dengan segala keterbatasan yang dimiliki pemuda dimasa lalu, toh mereka tetap semangat dan pantang menyerah. mereka tidak pernah mengalami disorientasi untuk menggapai cita-cita yang mereka impikan.

Dengan telah diraihnya seluruh tujuan besar perjuangan nasional, kaum muda saat ini seakan tidak memiliki motivasi yang cukup kuat untuk melakukan perubahan yang berarti bagi Indonesia. Pemikiran tersebut tentunya sangat keliru, mengingat permasalahan dan tantangan yang dialami bangsa Indonesia jauh lebih Kompleks dan berat dibangingkan dengan era memperjuangkan kemerdekaan.

Tidak hanya tuntutan peran dalam menyikapi permasalahan politik yang bobrok, hukum yang amburadul dan sistem ekonomi yang memiskinkan rakya, lebih dari itu adalah tugas kaum muda untuk mendewasakan pemikiran dan membangun moral serta mental masyarakat. Dengan kata lain, sesungguhnya mempertahankan dan mengisi kemerdekaan lebih membutuhkan motivasi, semangat dan pengorbanan yang lebih besar, dibanding saat meraihnya.

Kesalahan dalam mengartikan perjuangan nasional hanya mencapai kemerdekaan dari penjajah secara kasat mata, telah berdampak kepada disorientasi kaum muda dalam mencari bentuk perjuangan/pengabdian untuk bangsanya. Seakan tidak ada Common Enemy, mereka terlena dengan stabilitas semu, padahal semakin hari problem kebangsaan semakin akut dan sudah berada di ujung tanduk kehancuran. keadaan tersebut diperparah dengan pola fikiran kaum muda yang lebih mementingkan pragmatisme sektoral daripada mementingkan kemaslahatan umum yang lebih luas, akibatnya rasa persatuan dan kesatuan semakin hari semakin terkikis dari hati sanubari mereka.

Kaitanya dengan hal tersebut diatas, terjawab sudah pertanyaan mengapa saat ini kaum muda lebih membutuhkan semangat dan motivasi lebih besar dibandingkan masa lalu? Oleh karena mereka hidup dizaman yang penuh dengan ketidak pastian, sudah saatnya kaum muda memastikan kehidupan dengan bangkit bangkit dan mengambil peran. Dalam upaya tertentu dibutuhkan keyakinan dan usahan besar untuk memastikan bahwa sosok mereka cukup bisa diandalkan untuk melakukan perubahan.

Mencari Stimulus

Secara umum tantangan yang dihadapi kaum muda saat ini meliputi faktor eksternal dan faktor internal. kedua faktor tersebut bisa berupa tantanga-tantangan yang berasal dari luar maupun dari dalam diri kaum muda, termasuk tantangan kaum muda untuk bisa survive dalam ketatnya persaingan dan untuk bisa mempunyai bargaining position sebagai sosok perubahan yang diharapkan. sementara yang lainya berkaitan dengan permasalahan mental kaum muda yang saat ini telah mengalami dekadensi moral.

Lebih dalam lagi faktor eksternal menitikberatkan kepada faktor yang menyebabkan kaum muda teralienasi dari definisi dirinya sendiri. Semakin deras arus globalisasi, semakin kaum muda tidak mengenal identitas pribadi, keluarga bahkan bangsa dan negaranya. Wujud alienasi tersebut adalah egoisme kaum muda yang hanya memikirkan kepentingan pribadi dengan dilandaskan pada faham hedonisme yang mengusung filsafat kenikmatan, sehingga keberadaan mereka tidak mempunyai nilai sama sekali bahkan tidak jarang justru menjadi beban masyarakat.

Berdasarkan fakta kekinian, maka tidak banyak ditemukan kaum muda yang masih peduli dengan problem-problem sosial. mereka lebih banyak disibukan dengan kegiatan-kegiatan yang sifatnya pemenuhan kebutuhan personal. Sudah jarang terlihat kaum muda melakukan aktifitas pendampingan, sebagai contoh advokasi kaum buruh, membela rakyat yang tertindas dan kegiatan sosial lainya. Sensitive minority seiring dengan lunturnya idealisme pengabdian mereka terhadap masyarakat.

Apabila kondisi seperti diatas tetap dibiarkan, maka kita tinggal menunggu masa depan suram negeri ini. kaum muda terdidik yang mewakili masyarakat menengah (middle class), merupakan penyeimbang dari kebijakan-kebijakan penguasa yang tidak memihak kepada rakyat. Posisinya sebagai agen perubahan mempunyai tugas berupa pemberdayaan civil society yang dapat terwujud apabila mereka terjun langsung dan berbaur dengan akar rumput. dalam hal ini kaum muda bukanlah seorang intelektual yang berada di menara gading.

Tidak lepas dari tanggung jawab terhadap masyarakat dan negara, kaum muda harus mempunyai kapasitas diri yang mumpuni. Mengingat beratnya tantangan pembangunan Indonesia diberbagai bidang, sebut saja ekonomi, sosial dan budaya, maka kemampuan mereka mutlak dibutuhkan. sehingga apabila kaum muda tidak mendapatkan stimulus untuk secara provesional disiapkan sebagai pengganti generasi tua, niscaya tidak akan ada kesejahteraan dimasa yang akan datang. Sebaliknya harapan bagi terciptanya bangsa yang gemah ripah loh jinawi menjadi hal yang mustahil terwujud.

Melihat kenyataan tersebut, dibutuhkan peran seluruh elemen untuk membangun kembali kepercayaan generasi muda akan potensinya yang terpendam. Berilah kesempatan kepada mereka untuk bisa menjalankan tugas dan wewenang. Lain dari itu, pembangunan kapasitas diri seorang pemuda merupakan hal yang tidak terpisahkan dari bagaimana masyarakat mempercayai kaum muda. Dalam hal ini harus terjadi hubungan timbal balik antara pemuda dan generasi sebelumnya berupa proses pengkaderan dan pembekalan yang berkelanjutan. Para pendahulu diharapkan dapat terus mendampingi dan mengarahkan para generasi penerus untuk terus meningkatkan diri, sehingga dimasa yang akan datang mereka lebih baik dari generasi sebelumnya.

Adapun kaitannya dengan faktor internal, maka hal tersebut berhubungan dengan merosotnya mental kaum muda saat ini. tidak jarang kita melihat berbagai bentuk problem sosial kemasyarakatan diakibatkan oleh prilaku kaum muda yang menyimpang.

Dengan potensi yang besar untuk melakukan hal yang negatif, maka dapat menjadi sebaliknya ketika dapat diarahkan kepada hal-hal yang positif. Oleh karenanya, sedapat mungkin kaum muda dapat melampiaskan potensinya kepada hal-hal yang bermanfaat untuk dirinya dan orang lain. selanjutnya pemerintah dapat memfasilitas penyerapan potensi besar tersebut dengan memberinya ruang diberbagai segmen usaha, maupun yang lain.

Menumbuhkan mental yang sehat tentunya tidak hanya dengan menyalurkan potensi dan pembimbingan praktis saja, lebih dari itu membutuhkan sentuhan spiritual yang baik. Yaitu dengan menumbuhkan kesadaran akan keesaan Tuhan berlandaskan ajaran agama maupun kepercayaan kepada Tuhan yang maha esa. Usaha tersebut diharapkan dapat menjadi pondasi yang kokoh bagi terbentuknya mental pemuda yang bersih dan baik. Selanjutnya adalah menumbuhkan kembali rasa nasionalisme kaum muda, dengan harapan patriotisme perjuangan mereka dapat mewarnai kembali semangat persatuan dan kesauan bangsa ini untuk terus menjadi lebih baik.

*Penulis adalah pegiat Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) Semarang.

Source : tulisan pada artikel ini bersumber dari Majalah Inspirasi “Lentera yang membebaskan” yang ditulis ulang dengan tujuan untuk mengisi ruang-ruang literasi bagi generasi muda Indonesia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Trip Gunung Lambelu, 11 Februari 2024

Gunung Lambelu atau biasa oleh Masyarakat setempat di sebut Gunung Kamosope, dengan Ketinggian 460 Meter dari permukaan laut. Gunung ini terletak Desa Lambelu Kecamatan Pasi Kolaga, Kabupaten Muna. Gunung ini secara administratif wilayah masuk dalam wilayah administrasi Pemerintah Kabupaten Muna, akan tetapi secara Geografis masuk dalam dataran pulau Buton. . Konon menurut cerita dahulu kala di atas gunung ini pernah menjadi benteng pertahanan luar Keraton Buton dalam mempertahankan wilayahnya dari serangan Penjajah, hal ini terlihat pada jalur pendakian yang mendekati puncak gunung, dimana terdapat bebatuan yang disusun rapi berbentung benteng pertahanan.  . Di atas gunung ini juga terdapat hutan yg cukup rimbun, yang menjadi tempat hidup berbagai jenis satwa liar serta menjadi hutan yang menyerap air hujan dan mengalirkannya kembali bagi masyarakat sekitar. . #Salam_Lestari Lambelu 11 Februari 2024

Filsafat Dasar Muna

          Bapak Willem Saragosa menjelaskan bahwa umat di Pulau Muna mempunyai filsafat dasar, sama seperti Republik Indonesia mempunyai filsafat dasar lima sila, Pancasila. Hal yang sama berlaku untuk umat Pulau Buton. Sampai sekarang filsafat ini mempengaruhi masyarakat, seperti di saksikan oleh Pastor Wilem Daia yang meringkaskan filsafat dasar ini dalam tiga prinsip hidup. Menurut Bapak Wilem Saragosa, Filsafat Muna itu tergantung juga dari pendidikan yang diberikan oleh orang tua kepada anak-anak mereka. Intisari pendidikan yang harus di ajarkan oleh kedua orang tua terutama ibu terhadap anak-anaknya dapat di rumuskan sebagai berikut : Amamua motehie folumo dua kabholosino Lahataala. Artinya : Bapakmu harus engkau takuti bagaikan juga pengganti Yang Maha Kuasa Inamua motehie folumo dua kabholosino Nabi. Artinya : Ibumu harus engkau takuti bagaikan juga pengganti Nabi Isamua motehie folumo dua kabholosino Malaekati. Artinya: Kakakmu harus engkau takuti bagaikan juga pengganti M

Tentang Intoleransi

"catatan ini adalah hasil refleksi saya setelah mengikuti agenda Youtcamp Muda Toleran yang diselenggarakan oleh Jaringan Gusdurian di Yogyakarta" Menurut saya sikap Intoleran itu tidak dapat di justifikasi hanya pada satu fihak saja, dengan menggeneralisir suatu case tertentu. Setiap orang punya potensi untuk bersikap intoleran dalam berbagai konteksnya, baik agama, suku, ras dan budaya. Sebab sikap Intoleran menurut saya, berakar pada satu sikap yaitu "Egoisme Individu" (Ilusi Keakuan) padahal pada faktanya kita sebagai manusia tidak dapat hidup tanpa adanya manusia lainnya (makhluk sosial) Maka jalan untuk meretas sikap Intoleran ini adalah dengan membuka diri; pikiran terbuka, hati terbuka dan keinginan untuk berdialog dan bergaul dengan yang berbeda. Pada titik keterbukaan itu, akhirnya kita akan bertemu dalam nilai nilai inti kehidupan kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Kemanusiaan dan Keadilan. Terimakasih untuk kesempatan belajar dan berbagi ber