Langsung ke konten utama

Sumpah Pemuda ; Warisan Semangat dan Tantangannya di Masa Kini


Dalam sejarah perkembangan bangsa Indonesia, Pemuda selalu berada digarda terdepan dalam mempelopori setiap perubahan sosial. hal ini sejatinya sudah menjadi tugas dan tanggung jawab dari setiap pemuda Indonesia. Sebagaimana hakikat dari pada pemuda itu sendiri adalah kelompok yang memiliki idelisme tinggi. Pemuda juga identik dengan simbol semangat, perlawanan dan patriotisme.

Sejarah mencatat bagaimana Pemuda Indonesia menorehkan kebesaran “Namanya” dalam lembaran sejarah bangsa Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari peran pemuda dalam berjuang melawan penindasan kolonialisme Belanda hingga memperoleh kemerdekaan. Dengan dilandasi semangat juang yang tingi, mereka berjuang tidak hanya dengan mengangkat senjata tetapi juga dengan pena dan diplomasi untuk mencapai cita-cita mulia yaitu Indonesia Merdeka hingga sampai pada upaya mempertahankan dan mengisi kemerdekaan.

Semangat juang dan perlawanan para pemuda ini, dapat kita lihat secara kongkrit bagaimana mereka (Pemuda/i) pada waktu itu menghimpun diri dalam wadah-wadah perjuangan. Seperti organisasi Budi Utomo (1908), Perhimpunan Indonesia (1925), Jong Sumatra, Jong Java, Jong Sulawesi dan beragam organisasi berskala nasional maupun daerah lainnya. Dengan dilandasi semangat membara yang sama mereka melakukan perubahan sosial sehingga mendorong seluruh elemen bangsa untuk ikut memperjuangkan kemerdekaan negara Indonesia.

Hingga Pada tanggal 28 Oktober 1928 menjadi sejarah terbesar yang pernah dicatatkan oleh Pemuda Indonesia. Dengan penuh kesadaran dan kerelaan hati mereka melepaskan segala bentuk ego pribadi serta golongannya dan menyatakan sumpah. Kesadaran dan kerelaan hati itu disadari oleh kondisi masih terkotak-kotaknya perjuangan berbagai elemen Pemuda dalam merebut kemerdekaan. Sehingga jika tidak ada keinginan dan semangat nasionalisme untuk menyatu, maka dipastikan penjajah akan semakin leluasa dalam menindas dan menguasai alam Indonesia. Karena itulah pemuda mempelopori gerakan untuk menghimpun segenap kekuatan anak bangsa yang termanifestasi dalam Sumpah Pemuda.

Mereka bersumpah untuk satu hati, satu tujuan mewujudkan mimpi untuk merdeka, melepaskan diri dari penjajahan dan kolonialisme. sumpah pemuda ini kemudian menjadi Fondasi dasar persatuan dan kesatuan NKRI yang kita nikmati hari ini.

Tak hanya sampai disitu semangat kepeloporan pemuda dalam membangun bangsa setelah kemerdekaan terus di upayakan dalam rangka mempertahankan dan mengisi kemerdekaan yang telah diraih. Sejak tahun 1945 sampai pada masa orde baru tahun 1998 terlihat dengan jelas, bagaimana Pemuda memberikan kontribusi nyata dengan  berbagai aksi yang dilakukan oleh pemuda khususnya mahasiswa yang menginspirasi seluruh elemen masyarakat untuk memperjuangkan hak-hak mereka yang dirampas penguasa yang korup.

Namun sejarah kebesaran pemuda itu telah mengalami kemunduran. Dimana pada kehidupan dewasa ini, nilai-nilai persatuan dan kesatuan sebagaimana yang menjadi spirit atau nilai-nilai dalam sumpah pemuda semakin tergerus oleh arus zaman. Pesatnya perkembangan diberbagai bidang (arus globalisasi), teknologi dan informasi yang kian memanjakan pemuda dan membuat pemuda dewasa ini semakin individualis dan hedonis, dimana pemuda lebih mementingkan kepentingan individu atau sekotoral dibanding dengan kepentingan umum (Bonum) Commune. Pola-pola berfikir seperti ini yang kemudian berdampak pada rasa persatuan dan kesatuan yang kian memudar.

Padahal tantangan untuk mempertahankan dan mengisi kemerdekaan dewasa ini sebenarnya lebih membutuhkan semangat kesatuan dan persatuan yang teguh. Tantangan kehidupan berbangsa dan bernegara kita hari ini menjadi semakin kompleks. Banyak problem-problem sosial, politik dan ekonomi yang mestinya disikapi oleh Pemuda, dan lebih dari itu tugas pemuda untuk mendewasakan pemikiran pemuda dan membangun karakter masyarakat.

Pemuda hari-hari ini semakin nyaman berada dalam zona aman yang semu yang diciptakan oleh diri kita sendiri. Padahal realitas sesungguhnya tak demikian adanya. Hari ini kita hidup di zaman yang penuh ketidak pastian, itu berarti juga beragam tantangan setiap saatnya menghampiri.

Tentunya fakta tentang situasi kaum muda diatas disebabkan oleh beberapa faktor, baik internal maupun eksternal. Dalam konteks eksternal adalah bagaimana masyarakat mempengaruhi budaya dan pola fikir kaum muda, sedangkan faktor internal adalah ketidak mampuan kaum muda dalam membangun mental dan kepribadianya.

Untuk membangun kembali generasi muda ini dibutuhkan peran serta seluruh elemen masyarakat. Pemuda membutuhkan dukungan masyarakat serta kesempatan untuk bisa menjalankan tugas dan tanggung jawab di ruang-ruang publik untuk aktualisasi dirinya. Disisi lain juga pembangunan kapasitas diri kaum muda tidak terlepas dari bagaimana masyarakat mempercayai kaum muda. Dalam konteks ini harus terjadi hubungan timbal balik antara pemuda dan generasi sebelumnya (para pendahulu), berupa proses pengkaderan dan pembekalan yang berkelanjutan.

Melalui momentum sumpah pemuda pada tanggal 28 Oktober 2020 ini kiranya menjadi momentum bagi kita untuk sejenak merefleksikan makna dari pada sumpah pemuda. dan kembali meneguhkan semangat persatuan dan kesatuan. kita berkarya untuk bangsa dan negara dengan talenta masing-masing  untuk menyosong masa depan bangsa yang gemilang.

Masa masa sulit kelam bisa dikalahkan dengan gotong royong dan semangat persatuan. Maka hari ini kita membutuhkan semangat persatuan dan kesatuan untuk menghadapi masa-masa sulit pandemic Covid-19 dan berbagai problem kehidupan berbangsa dan bernegara lainnya.

Salam Pemuda Indonesia.!!

Kita Indonesia.!!

Artikel ini juga pernah terbit di media

  1. https://sultraline.id/sumpah-pemuda-warisan-semangat-dan-tantangannya-di-masa-kini/
  2. https://www.piramida.id/sumpah-pemuda-warisan-semangat-dan-tantangannya-di-masa-kini/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Trip Gunung Lambelu, 11 Februari 2024

Gunung Lambelu atau biasa oleh Masyarakat setempat di sebut Gunung Kamosope, dengan Ketinggian 460 Meter dari permukaan laut. Gunung ini terletak Desa Lambelu Kecamatan Pasi Kolaga, Kabupaten Muna. Gunung ini secara administratif wilayah masuk dalam wilayah administrasi Pemerintah Kabupaten Muna, akan tetapi secara Geografis masuk dalam dataran pulau Buton. . Konon menurut cerita dahulu kala di atas gunung ini pernah menjadi benteng pertahanan luar Keraton Buton dalam mempertahankan wilayahnya dari serangan Penjajah, hal ini terlihat pada jalur pendakian yang mendekati puncak gunung, dimana terdapat bebatuan yang disusun rapi berbentung benteng pertahanan.  . Di atas gunung ini juga terdapat hutan yg cukup rimbun, yang menjadi tempat hidup berbagai jenis satwa liar serta menjadi hutan yang menyerap air hujan dan mengalirkannya kembali bagi masyarakat sekitar. . #Salam_Lestari Lambelu 11 Februari 2024

Filsafat Dasar Muna

          Bapak Willem Saragosa menjelaskan bahwa umat di Pulau Muna mempunyai filsafat dasar, sama seperti Republik Indonesia mempunyai filsafat dasar lima sila, Pancasila. Hal yang sama berlaku untuk umat Pulau Buton. Sampai sekarang filsafat ini mempengaruhi masyarakat, seperti di saksikan oleh Pastor Wilem Daia yang meringkaskan filsafat dasar ini dalam tiga prinsip hidup. Menurut Bapak Wilem Saragosa, Filsafat Muna itu tergantung juga dari pendidikan yang diberikan oleh orang tua kepada anak-anak mereka. Intisari pendidikan yang harus di ajarkan oleh kedua orang tua terutama ibu terhadap anak-anaknya dapat di rumuskan sebagai berikut : Amamua motehie folumo dua kabholosino Lahataala. Artinya : Bapakmu harus engkau takuti bagaikan juga pengganti Yang Maha Kuasa Inamua motehie folumo dua kabholosino Nabi. Artinya : Ibumu harus engkau takuti bagaikan juga pengganti Nabi Isamua motehie folumo dua kabholosino Malaekati. Artinya: Kakakmu harus engkau takuti bagaikan juga pengganti M

Tentang Intoleransi

"catatan ini adalah hasil refleksi saya setelah mengikuti agenda Youtcamp Muda Toleran yang diselenggarakan oleh Jaringan Gusdurian di Yogyakarta" Menurut saya sikap Intoleran itu tidak dapat di justifikasi hanya pada satu fihak saja, dengan menggeneralisir suatu case tertentu. Setiap orang punya potensi untuk bersikap intoleran dalam berbagai konteksnya, baik agama, suku, ras dan budaya. Sebab sikap Intoleran menurut saya, berakar pada satu sikap yaitu "Egoisme Individu" (Ilusi Keakuan) padahal pada faktanya kita sebagai manusia tidak dapat hidup tanpa adanya manusia lainnya (makhluk sosial) Maka jalan untuk meretas sikap Intoleran ini adalah dengan membuka diri; pikiran terbuka, hati terbuka dan keinginan untuk berdialog dan bergaul dengan yang berbeda. Pada titik keterbukaan itu, akhirnya kita akan bertemu dalam nilai nilai inti kehidupan kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Kemanusiaan dan Keadilan. Terimakasih untuk kesempatan belajar dan berbagi ber